Mohon tafsir dari “berlebih-lebihan” yang terdapat dalam surat al-A’raf ayat 31. [Iin Sopian, Subang.]
Al-Qur’an Surat Al-A’rof Ayat 31 tersebut adalah:
يَـا بَنِي آدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُـلِّ مَسْجِدٍ وِكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلاَتُسْرِفُوْا إِنَّـهُ لاَيُحِبُّ اْلمُسْرُفِيْنَ
"Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap akan memasuki masjid, makanlah dan minumlah. Dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan."
Yang dimaksud dengan isrof (berlebihan) adalah yang melewati batas ketentuan. Isrof dalam berpakaian tidak sesuai dengan syariat Islam. Misalnya tidak menutup aurat, tidak memakai pakaian yang bersih, berpakaian yang tidak sopan dan tidak layak di hadapan Allah, atau memakai pakaian karena sombong dan ingin dipuji orang.
Isrof dalam makan dan minum; Misalnya menahan lapar dan dahaga padahal makanan tersedia dan tidak terlarang. Terlalu banyak makan dan minum sehingga melebihi duapertiga isi perut (makan-minumlah pada waktunya dan berhentilah ketika kenyang). Makan-minum dengan senang sampai kenyang sementara tetangga kelaparan. Makan dan minum yang tidak thoyib (yang tidak bernamfaat).
Selengkapnya...
Subscribe Now: Feed Icon
About Me

- fatHrics23
- I am The Night Guardian., because I live in the dark night., because I live for the night., because I am the night., I am the NightGuardian.,
Kategori
- AboutXXX (12)
- AntiVirus (2)
- BisnisIsBisnis (1)
- Bokep (33)
- DayRe (3)
- JustKidding (5)
- Kesehatan (12)
- Mp3 Download (29)
- News (1)
- No Threat (2)
- Poem from PH (113)
- Religi (12)
Pengikut
Kamis, 30 April 2009
Ma'na Isrof Dalam Surat Al-A'rof
Keluarga: Sarana Pendidikan Kesehatan Mental.,
“Dan sesungguhnya kami akan memberikan cobaan kepada kamu berupa ketakutan, kelaparan, dan kekurangan harta dan jiwa, kekurangan buah-buahan dan gembirakanlah orang yang sabar.” (QS. Albaqarah [2]: 155)
Bila kita menghayati arti kehidupan yang diberikan Allah Swt, tentunya kita sepakat mengatakan bahwa hidup yang kita jalani ini adalah semata-mata hanya untuk ibadah kepada Allah , seperti yang dijelaskan pada surat adz-dzariyat ayat 56. Tetapi dalam menjalani proses ibadah tersebut, Allah akan menyeleksi dengan memberikan ujian kepada hamba-Nya seperti yang sudah dijelaskan pada ayat diatas.
Ada yang diuji dengan kesulitan, kemudah-mudahan kesenangan dan kekuatan, dll. Bagi umat yang mampu melalui ujian dengan sabar, yaitu ketika mendapat cobaan mereka mengatakan sesungguhnya kami kepunyaan Allah dan kepada-Nyalah kami kembali, mereka inilah yang selamat kelak. Maka untuk mempunyai sikap sabar, penulis berpendapat bahwa kita harus mendapatkan ilmu dan pendidikan bagaimana cara bersikap bijak, dan pendidikan ini sebetulnya bisa didapatkan dari dalam keluarga sendiri.
Kita sering melihat atau bahkan mengalami sendiri, saat mengalami berbagai cobaan hidup, biasanya banyak orang yang mengalami ketegangan, kekecewaan/frustasi, atau konlfik-konflik, baik konflik yang muncul secara intern yaitu dalam diri sendiri maupun konflik antar manusia. Bila hal ini terjadi secara terus menerus tanpa penyelesaian yang optimal maka akhirnya tidak mustahil akan muncul suatu gangguan mental, terutama bagi orang-orang yang mempunyai potensi/ kecenderungan untuk timbulnya gangguan mental.
Ditengah kehidupan globalisasi seperti sekarang ini, orang-orang asyik berpacu dan bersaing ketat dalam perlombaan hidup, sehingga dalam suasana hidup yang serba konfetitif itu, biasanya sering diwarnai oleh fenomena-fenomena tingkah laku (TL) yang tidak wajar, seperti: TL criminal, TL spekulasi, manipulasi atau cara-cara hidup (gaya hidup) yang mengandung bahaya, dll.
Tingkah laku tersebut pada pernyataanya banyak menimbulkan ketakutan dan ketegangan sehingga dapat menjadi bibit timbulnya berbagai penyakit.
Gangguan Mental
Penyakit mental atau gangguan mental secara umum merupakan ketidakmampuan sesorang untuk mengadakan adaptasi (penyesuaian) terhadap lingkungan. Biasanya ditandai dengan munculnya ketakutan, kecemasan banyak kesulitan dan konflik baik dalam dirinya maupun konflik dengan orang lain.
Selalu iri hati, dengki, curiga yang berlebihan, rasa marah yang meledak (mudah emosional) dan ketegangan batin. Sakit mental umummnya merupakan bentuk pada ketenangan batin dan ketentraman hati.
Sedangkan pribadi yang sehat mental biasanya berTL serasi, tepat (adekwat) mampu untuk berusaha beradaptasi terhadap lingkungannya (keluarga dan masyarakat) juga sikapnya bisa diterima pada umumnya. Sikap pada umumnya sesuai dengan norma dan pola hidup kelompok masyarakatnya. Sehingga terjadi relasi interpersonal dan intersosial yang baik dan lancar (hubungan dengan manusia yang baik dan memuaskan).
Dalam hal ini bukan berarti tidak ada konflik dengan orang lain, tetapi bila terjadi konflik/problem, dia dapat menyelesaikan dengan optimal sehingga tidak merugikan/menyakitkan orang lain.
Untuk membentuk kesehatan mental yang baik, ternyata sarana utamanya, terdapat pada keluarga. Karena keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan fondasi primer bagi perkembangan anak. Pola TL pikiran dan cara mengekpresikan diri pada ayah dan ibu dapat mencetak pola yang hampir sama pada anggota-anggopta keluarga lainnya. Maka interaksi didalam keluarga sangat besar pengaruhnya pada proses pembentukan TL, dan sikap anggota keluarga terutama bagi anak-anak.
Jika ayah dan ibu agresif mudah marah, otoriter, egoisme, dan mau menang sendiri , tidak mau menghargai pendapat orang lain, maka sikap ini akan merangsang kemunculan reaksi-reaksi emosional yang implusif dan eksplosif.
Anak-anak akan meledak-ledak pula. Bahkan bagi anak-anak tertentu akan diekspresikan berupa agresivitas tetapi ada juga yang ditekan/ditahan kedalam diri sehingga anak terlihat seperti gejala depresi (tertekan).
Inilah yang mengindikasikan adanya ketidaksehatan mental pada anak-anak. Kehidupan keluarga memainkan peran penting dalam membentuk kepribadian anak untuk menggapai keseimbangan batin dan sehat mental.
Bila seseorang seringkali menemui jalan buntu dan tidak mampu memecahkan kesulitannya, dia akan mengalami ketegangan dan konflik batin. Dalam jangka panjang. Bila tidak disalurkan, akan menimbulkan macam-macam bentuk gannguan mental, baik ringan maupun berat. Waliyadlu Billahi.
______________________
Penulis: Lia D Hakim, S.Psi
Rewriter: Dikdik
Penyunting: Hakimtea
Selengkapnya...
Akulturasi Agama Budaya dan Islam
Dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim, Rasulullah Saw pernah mengingatkan bahwa perjalanan sejarah Islam tidak tetap dalam satu keadaan tapi berubah dan bersifat fluktuatif (pasang surut) dalam sabdanya, “Innal islaama bada`a ghariiban wa saya’udu ghariiban kama bada`a.”
Islam pertama kali dibawa oleh Nabi Muhammad Saw di tengah masyarakat kafir Quraisy, mereka merasa asing dan aneh. Islam mengajak untuk bertauhid (mengesakan Allah) sementara mereka terbiasa menyembah berhala dengan jumlah yang banyak. Islam menuntun untuk beraklakul karimah (mulia) sementara mereka telah terbiasa dengan ahlak madzmumah (tercela) bergelimang dosa. Sabda Nabi, Islam akan kembali dianggap aneh seperti pertama kali datang kepada kafir Quraisy. “Fatuuba lighuraba`i,” beruntunglah orang-orang yang dianggap aneh. yang dimaksud aneh disini bukanlah mereka yang membuat hal-hal yang aneh-aneh apalagi nyeleneh! Waktu itu juga para sahabat bertanya, “Man hum ya Rasulallah?” siapakah orang yang dianggap aneh itu wahai Rasul? Beliau menjawab, “Alladziina yushlihuuuna ‘inda fasaadinnaas.” Mereka adalah orang-orang yang tetap istiqomah (konsisten) melaksanakan kebaikan sesuai dengan ajaran Alquran dan assunah disaat orang-orang lain sudah berbuat kerusakan.
Islam sampai ke Indonesia tidaklah straight on (langsung) dibawa oleh para sahabat dari madinah ke Indonesia. Sebagaimana kita baca di dalam sejarah, Islam sampai ke Indonesia setelah melewati pusat-pusat agama budaya yang merupakan agama buatan dan hasil olah pikir manusia, sebalik dari agama wahyu yang berdasar kepada wahyu ilahi. Pusat-pusat agama budaya yang dilewati para pembawa ajaran Islam sebelum sampai ke Indonesia adalah Persia (Iran), India (anak benua asia), dan China.
Terjadi proses akulturasi antara pembawa ajaran Islam dengan masyarakat di pusat-pusat agama budaya tersebut. Terjadi proses “Iltibas bainal haq wal bathil,” percampuradukan antara nilai-nilai yang datang dari Islam dengan nilai-nilai batil yang bersumber dari ajaran-ajaran agama di pusat agama budaya tersebut.
Dari Persia ada agama Zarathustra (Zoroaster) dengan kitab suci Parasutra, pengaruhnya sampai saat ini masih melekat dari kisah Zaratusta yang ada dikitab tersebut jika kita bandingkan dengan Manakib Syeikh Abdul Qodir Zailani. Hanya pelaku utamanya saja yang berbeda. Ceritanya tetap sama aneh-aneh.
Demikian pula dari agama Sumeria Akkadia (thn 4000 sM), Tuhan tertingginya disebut Nebuila mempunyai anak laki-laki bergelar Bil dan anak perempuan bergelar Biltu (bahasa Arab; Bin dan Bintu). Anak laki-laki Nebuila bernama Bil Samek berwujud kepalanya manusia sedangkan tubuhnya ikan (kuda laut). Anak perempuan bernama Biltu Firish berkepala perempuan cantik bertubuh kuda. Karena keduanya merupakan “dewa” maka sayap menjadi pelengkap agar mereka bisa terbang. Jika kita bandingkan gambaran tersebut dengan gambaran “Buroq” pembawa Nabi isra mi’raj yang sering kita lihat di kalender-kalender kepercayaan dahulu mirip sekali; tubuhnya kuda wajahnya perempuan cantik dan bersayap. Demikian itu pengaruh agama Sumeria Akkadia.
Ketika masuk ke India disana terdapat banyak macam-macam agama. Diantaranya yang berpengaruh hingga detik ini pengaruh dari agama Upanisad yaitu Yoga; mengatur nafas dengan membaca puji-pujian, yang dibaca “Aham Brahmasmi berarti “Aku seorang brahma.”. Ketika membaca “Aham” nafas ditarik dan kepala menengok ke kanan, membaca “Brahmasmi” nafas dilepas kepala menengok ke kiri. Mempengaruhi agama Islam kalimat Aham Brahmasmi diganti dengan tahlil “Laa Ilaaha Illallah” sedangkan gerakan menengok ke kanan-kirinya tetap sama.
Dari China ada sebuah agama tertua di dunia, Hiyang. Ada yang disebut dengan Hiyang Firasat; dewa yang suka memberi firasat dengan menunggang berbagai binatang; Jika menunggang kupu-kupu maka Hiyang tersebut memberi isyarat akan ada tamu. Jika menunggangi burung peniang (cungcuing) memberi firasat ada orang mati. Jika menunggangi burung hantu lantas berbunyi memberi firasat ada orang mati. Dsbnya.
Ada yang disebut Hiyang Poh-Yan (Dewa hujan) konon berbentuk ular naga jumlahnya ada empat untuk mengatur hujan di keempat penjuru angin. Ular naga itu tinggal tiga karena yang melanggar amanah Hiyang Ambu dan Hiyang Bapa dewa tertinggi sehingga hujan menjadi tidak merata. Ketika dewa tertinggi membuat istana, Hiyang Poh-Yan yang berbentuk ular menangis karena tidak bisa membantu. Air matanya jatuh mengkristal seperti mutiara. Gundukan airmata tersebut diuntai oleh istrinya diberi nama Aksamala yang berarti untaian biji airmata. Itulah konon menurut ajaran agama Hiyang menjadi alat untuk menghitung puji-pujian. Mempengaruhi agama kristen dikalungkan dengan liontin Salib namanya berubah menjadi Rosario. Mempengaruhi agama Islam digunakan untuk menghitung bacaan subhanallah diberi nama tasbe berasal dari kata tasbih terkena gejala bahasa apoko (pembuangan ponem diakhir seperti; bapak menjadi bapa, nenek menjadi nene) demikian tasbih menjadi tasbe. Nama aslinya Aksamala yang berasal dari agama Hiyang.
Ada pula yang disebut Hiyang Kunyang (Dewa kucing) dengan kepercayaan jika kita membunuh kucing akan dibalas oleh Hiyang Kunyang. Di kalangan sopir kepercayaan tersebut masih kuat. Mereka lebih menghargai nyawa kucing daripada manusia. Bahkan pada masyarakat dahulu ketika musim kemarau melanda mereka memandikan kucing agar hujan turun.
Dongeng Kuntilanak pun pengaruh dari agama Hiyang yang asalnya bernama Puntianak. Kepercayaannya jika ada perempuan melahirkan dan meninggal dunia arwahnya tidak diterima diakhirat berpunggung bolong jika dimasukkan paku akan kembali lagi menjadi manusia. Itu semua bersumber dari kepercayaan agama Hiyang yang sampai hari ini masih banyak dipercaya.
Upacara tiga dan tujuh bulan ketika wanita hamil termasuk ibadah dalam agama Hiyang. Wanita hamil memasuki bulan ketujuh harus mandi tujuh kali di tujuh sumur, mengganti pakaian tujuh kali, membuat manisan rujak tujuh macam, mandi kembang tujuh rupa terus dijual kepada anak-anak dengan uang pecahan genting.
Ketika seseorang meninggal dunia dalam agama Hiyang ada upacara tiga hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari sampai 1000 hari. Sampai detik ini masih banyak dilakukan oleh kaum muslimin. Kalangan awam muslim menganggap itu semua bersumber dari ajaran Islam karena oleh kalangan pemuka agama dibumbui dengan membaca ayat quran dan do’a-do’a sehingga nampak seperti dari ajaran Islam. Dalam agama Hiyang air bekas memandikan orang yang meninggal digunakan untuk mencuci muka keluarga konon untuk menghapus bayangan orang yang meninggal. Kemudian dipakaikan pakaian bekas pernikahan bahkan jika dia orang berada dalam mulutnya dimasukan mutiara, tujuannya supaya lancar menjawab pertanyaan Hiyang Akhirat. Bahkan umat Islam yang berangkat Haji terpengaruh dengan mencari sobekan qiswah ka’bah (baju ka’bah) tujuannya sama ketika meninggal dimasukkan ke mulut supaya lancar menjawab pertanyaan malaikat Munkar-Nakir.
Hal-hal tersebut di atas sekedar ilustrasi saja bagaimana ajaran Islam masuk ke Indonesia melewati pusat-pusat agama budaya dan terjadi akulturasi pencampuradukan nilai. Orang menganggap bahwa itu semua adat istiadat padahal bukan karena ada perbedaan yang sangat jelas antara adat dengan agama. Dalam surat Albaqoroh 42 Allah berfirman, “Wa laa talbisulhaqqo bilbaatili, wataktumul haqqo waantum ta’lamuun.” Janganlah sekali-kali kamu mencampur adukkan antara nilai-nilai alhaq yang datang dari Islam dengan nilai-nilai bathil yang bukan dari ajaran Islam dan janganlah sekali-kali kamu menyembunyikan, karena itu dilarang Allah apalagi ketika kita mengetahui bahwa itu semua salah.
Begitu Islam masuk ke Indonesia di dalamnya pun sudah terdapat agama-agama budaya dan kepercayaan lainnya; animisme (kepercayaan akan roh) bahwa ada tempat-tempat tertentu yang ditunggui roh (arwah); di pohon besar, di batu besar, di goa yang gelap. Maka agar tidak menggangu diberikanlah sesajen (sesajian). Cara-cara seperti ini masih ada dikalangan masyarakat kita. Datang bulan Muharram (syuro) dimana pada bulan tersebut konon meski banyak kebaikan juga banyak malapetaka oleh sebab itu dibuatlah labuan mengirim sesajen ke gunung atau kelautan bagi arwah yang menunggu ditempat-tempat tersebut.
Dinamisme (kepercayaan akan kekuatan ghaib pada benda-benda tertentu) seperti keris, batu ali, tombak, rambut bahkan tato (rajah) yang dulu dipercaya mempunyai kekuatan magis bisa mengusir jin, hantu sehingga para kriminal dahulu menggunakan tato dengan tujuan jika lari (buron) ke hutan lebat tidak akan diganggu oleh “penunggu hutan” tidak ada yang ditakuti.
Ketika seseorang berangkat haji para tetangga pesan bukan minta do’a tapi minta dibelikan batu ali dengan kepercayaan bahwa batu ali jenis tertentu mempunyai kekuatan magis. Inilah pengaruh dari dinamisme.
Rasulullah Saw pernah mengingatkan, sesungguhnya rukyah dalam pengertian jampi-jampi berbau syirik dan bercampur dengan nilai-nilai bathil, tamimah (isim atau jimat), tiwalah (pelet) semua itu perbuatan syirik yang sangat dilarang dalam ajaran Islam. Namun ada seorang tokoh ormas Islam besar mengatakan bahwa agama Islam yang bercampur aduk dengan nilai-nilai seperti di atas itu katanya “Islam keindonesiaan” yang harus dilestarikan. Ketika kita menggugat hal tersebut maka mereka mencap kita sebagai kelompok fundamentalis dengan terminologi negatif dengan pengertian kelompok ekstreem. Padahal kita hanya mengingatkan apa yang diingatkan Allah, “Wa laa talbisulhaqqo bilbaathili.”
Semua itu bukanlah adat karena menurut kaidah ushuliyah, “Alashlu fiel aadaati ma’qulul ma’na.” Yang disebut adat itu rasional, dapat dimengerti! Berbeda dengan ibadah, “Alashlu fiel ibaadaati ghair ma’qulul ma’na.” Yang disebut ibadah tidak bisa dimengerti; kenapa shubuh dua rakaat dan kenapa dzuhur empat rakaat. Tidak ada jawaban! Orang hanya mengatakan aturannya seperti itu.
Yang disebut adat itu dapat dimengerti akal; kenapa kita makan? Karena lapar! Kenapa kita tidur? Karena ngantuk! Inilah adat. Tapi, kenapa wanita hamil harus membuat manisan rujak tujuh macam? Kenapa pengantin harus menginjak telur? Ini semua tidak ada jawaban! Hal-hal seperti ini sulit untuk dikategorikan sebagai adat istiadat tetapi hal tersebut sama dengan ibadah. Hanya saja jika hal tersebut dikategorikan ibadah adakah sumbernya dari Rasulullah Saw? Kalau tidak ada maka itulah hal-hal yang harus kita jauhi karena termasuk perbuatan-perbuatan bathil yang telah Allah ingatkan dengan keras, “Walaa talbisul haqqo bilbaathil.”
Mudah-mudahan Allah Swt membimbing kita dengan rahmat dan hidayahnya sehingga kita tidak terjerumus ke dalam upaya iltibas percampuradukkan nilai-nilai yang terkontaminasi oleh nilai-nilai bathil seperti ilustrasi di atas.
Mudah-mudahan Allah Swt mengampuni segala kealfaan dan ketidaktahuan kita dan menunjukkan ke jalan yang lurus serta menempatkan kita bersama dengan orang-orang yang berada dalam ni’matnya. Amien!
Ringkasan Khutbah Jum’at
Masjid Persatuan Islam Pajagalan Bandung
Khatib: KH. Shiddiq Amien, MBA
Penyunting: A. Saepul Hakim
Jum’at Pertama, 1 Februari 2008
Selengkapnya...
Syukur Ni'mat.,
Kata syukur telah berasimilasi dengan bahasa Indonesia, sehingga jika mendengar kata syukuran, orang lupa terhadap bahasa aslinya. Para ahli banyak yang mendefinisikan kata syukur dari bahasa aslinya, antara lain, Al-Jurjani (1992:167) menyebutkan, “Syukur itu suatu ungkapan pernyataan menerima ni’mat, baik dengan lisan, badan atau dengan hati.” Dan dalam pada definisi lain; “Syukur adalah pujian kepada yang memberi kebaikan dengan menyebut kebaikannya.”
Seorang hamba bersyukur kepada Allâh, artinya hamba itu memuji Allâh dengan menyebut kebaikannya, yaitu ni’mat. Sedangkan Allâh bersyukur kepada hamba, berarti Allâh memuji hamba dengan menerima kebaikan hambanya, yaitu karena ketaatannya. Al-Raghib (tt, 265) menjelaskan, Syukur ni’mat, yaitu senantiasa mengingat ni’mat dan mengungkapkannya, yaitu mengaplikasikan dengan bentuk yang diridhai Allâh. Sebaliknya kufur ni’mat, yaitu melupakan ni’mat dan menutupinya. “Syukur ni’mat adalah mengingat-ingat dan menampakkannya sedangkan kufur ni’mat adalah melupakan dan menutupinya.”
Dalam al-Qurân kita jumpai kata al-Ni’mat, seperti pada surat Al-Baqarah, “Dan ingatlah ni’mat Allâh kepadamu” (QS. Al-Baqarah [2]:231) Dan kata Na’mâ` dalam surat Hûd, “Dan jika Kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya” (QS. Hûd [11]:10) Dan juga kita jumpai kata al-Na’îm seperti pada surat al-Takatsur, “Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang keni’matan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu)” (QS. Al-Takatsur [102]:8)
Al-Raghib (tt, 499) menjelaskan, al-Ni’mat itu adalah suatu hal yang bagus (baik), al-Ni’mat al-Hâlat al-Hasanat dari kata al-Na’mâ`a adalah kebahagiaan, keni’matan setelah hilangnya bencana al-Na’mâ`u (al-Ni’mat) bi-izâ`i ad-Dharâ`i, sementara al-Naîm ialah ni’mat yang banyak al-Naîm al-Ni’mat al-Katsîrat. Kata al-An’âm bentuk jama dari kata al-Na’amu yang pada mulanya khusus untuk arti unta. Disebut demikian karena unta pada orang Arab merupakan ni’mat yang paling besar. Selanjutnya kata itu berarti unta, sapi dan kambing. Al-Jurjani (1992:311) menyebutkan, “Ni’mat itu adalah sesuatu yang dimaksudkan dengannya kebaikan dan manfaat tidak karena adanya sesuatu tujuan dan tidak karena mengharapkan pengganti.”
Dalam al-Qur`ân disebutkan macam-macam ni’mat, ada dua: 1. Ni’mat Bâthinat. 2. Ni’mat Dzhâhirat. “Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allâh telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu ni’mat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allâh tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.” (QS. Luqman [31]:20)
Ibnu al-Jauzi (VI:324) mengutip pertanyaan Ibnu Abbas kepada Nabi, tentang ni’mat dhahir dan ni’mat bathin. Sabda Nabi, Ni’mat dhahir adalah Islam, wujud yang bagus sempurna dari Allâh dan rizki yang diberikan Allâh. Dan ni’mat bathin adalah Allâh menutupi keaiban amal dan tidak membukakannya. Sementara al-Dhahak, menyebutkan al-Bâthinat ialah al-Ma’rifat dan al-Dzhâhirat adalah Husnu al-Shûrat (wujud yang bagus), Imtidâd al-Qâmat (lurus perawakan) dan Taswiyat al-A’dhâ’u (keseimbangan anggota badan). Al-Maraghi (VII:88) menyebutkan, nimat itu Ni’mat mahsûsat dan Ghair mahsûsat. Nimat mahsus atau dhahir, apa yang dapat dilihat oleh mata seperti harta dan kecantikan. Dan ni’mat ghair mahsus atau bathin, apa yang terdapat dalam jiwanya seperti mengenal Allâh dan baiknya keyakinan.
Imam al-Jurjani (1992:168), membagi syukur pada, as-Syukr al-‘Urf (kebiasaan) dan as-Syukr al-Lughawiy (syukur bahasa). “Syukur Uruf, yaitu Hamba menggunakan semua apa yang Allâh berikan kepadanya baik berupa pendengaran, penglihatan dan lainnya, sesuai dengan yang semestinya. Syukur Lughawi, yaitu ungkapan/bentuk kebaikan terhadap keagungan dan kemuliaan (pemberi ni’mat) atas ni’mat (yang diberikan) baik dengan lisan, hati dan dengan anggota badan.”
Al-Raghib (tt, 265), membagi syukur kepada tiga macam; 1. Syukr al-Qalb (Syukur hati) 2. Syukr al-Lisân (Syukur lidah) 3. Syukr sâiri al-Jawârih (Syukur semua anggota badan). Syukur hati, yaitu syukur dengan cara mengingat-ingat ni’mat. Syukur Lidah, yaitu memuji kepada yang memberi ni’mat. Syukur anggota badan, yaitu membalas ni’mat sesuai dengan kepatutan (kepantasannya).
Bersyukur kepada pemberi ni’mat dan pemberi kebaikan hendaknya dilahirkan dalam bentuk perbuatan, baik perbuatan hati, lisan juga anggota badan. Hal ini diisyaratkan oleh firman Allâh, “Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada diatas tungku). Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allâh). Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih.” (QS. Saba [34]:13)
Al-Raghib (tt, 265) menjelaskan, disebut dengan kata I’malû bukan dengan Usykurû memberi arti, bersyukur itu hendaknya dilahirkan berupa pekerjaan, yang meliputi al-Qalb (hati), al-Lisân (ucapan) dan al-Jawârih (Anggota badan -perbuatan-).
1. Syukur qalbi. Dilakukan dengan mengingat-ingat ni’mat atau meng-gambarkan ni’mat yang telah diberikan Allâh dengan perasaan hati. Misalnya dulu tidak punya apa-apa sekarang punya kekayaan, dulu tidak bekerja sekarang dapat pekerjaan, dulu sakit-sakitan sekarang ada dalam kesehatan, kita cukup sandang dan pangan sementara orang lain hidup dalam kesulitan. Dengan demikian akan muncul perasaan hati untuk lebih bersyukur kepada pemberi ni’mat. Al-Maraghi (I:29) menyebutkan, syukur dengan hati itu dengan melahirkan ketulusan, kemurnian hati dan rasa cinta kita pada Allâh (al-Nashu wa al-Mahabbah).
2. Syukur Lidah. Yaitu bentuk syukur yang diucapkan dengan lisan, baik kepada Allâh, juga kepada sesama manusia. Syukur lisan kepada Allâh antara lain kita mengucapkan kalimat al-Hamdulillah. Ibnu Abbas menyebutkan al-Hamdulillah adalah kalimat syukur, jika hamba menyebut al-Hamdulillah, Allâh Swt berfirman, Syakaranî ‘Abdî. Pada kesempatan lain Ia mengatakan al-Hamdu adalah al-Syukru dan al-Iqrâru bini’amihi wa hidâyatihi. Dan Jalaludin al-Suyuthi (I:30) mengutif riwayat Ibnu Jarir dan al-Hâkim, menyebutkan hadits Nabi Saw, “Rasulullah Saw bersabda, apabila kalian mengucapkan “al-Hamdulillahi Rabbil ‘Alamin” dengan demikian engkau telah bersyukur kepada Allâh dan Dia akan menambah ni’mat-Nya” Dan syukur lisan kepada sesama manusia dilakukan dengan mengucapkan kata-kata pujian, kata yang baik (al-Madhu-Al-Tsana`u) terhadap orang yang berbuat ihsan (baik), sebagai ungkapan rasa syukur (Al-Maraghi, I:29)
3. Syukur anggota badan. Dilakukan dengan membalas ni’mat atau kebaikan dengan kepatutan atau kepantasan yang layak. Syukur Jawarih kepada Allâh, dilakukan dengan membalas ni’mat Allâh dengan ibadah kepada Allâh. Untuk itu Ibnu al-Mundzir dalam al-Suyuthi (I:31) menyebutkan, “Shalat itu adalah syukur, shaum juga syukur, seluruh kebaikan yang dilakukan atas dasar karena Allâh itu adalah syukur.”
Termasuk bentuk syukur terhadap Allâh Swt, melakukan Sujud syukur karena Nabi bila mendapatkan sesuatu yang menggembirakan, ia melakukan sujud. “Sesungguhnya Nabi Saw, adalah beliau apabila datang kepadanya suatu urusan yang memudahkannya beliau tersungkur bersujud syukur kepada Allâh yang maha tinggi.” (Riwayat Imam Ahmad)
Dan ketika Ali ra menulis surat pada Nabi Saw memberitahukan Islamnya pembesar Yaman bernama Hamdân beliau bersujud. “Beliau tersungkur bersujud lalu mengangkat kepalanya dan bersabda, Keselamatan atas Hamdân, keselamatan atas Hamdân.” Dalam riwayat Abu Daud dari Saad bin Abi Waqash, dijelaskan ketika Nabi meminta Syafa’at untuk umatnya kepada Allâh Swt, Ketika Ka’ab bin Malik mendapat berita gembira, tentang taubatnya diterima, Ia sujud syukur. Dan Abu Bakar al-Siddiq bersujud ketika terbunuhnya Musailamah. (Ibnu Qayyim al-Jauziyah, 1995, I:361:362)
Dan syukur al-jawarih pada manusia dapat dilakukan antara lain dengan cara Mukâfa`at yaitu membalas kebaikan orang lain dengan pekerjaan yang baik pula dan dengan Khidmat, yaitu mengabdi dan memberikan bantuan (Al-Maraghi, I:29) Di dalam melahirkan syukur tersebut, tampaknya perlu juga diperhatikan kepada siapa lebih awal hendaknya bersyukur? Untuk itu al-Qur`ân telah menunjukkan, pertama, bersyukur itu kepada Allâh Swt, karena Allâhlah sebagai pencipta, pemberi kehidupan dan kepada-Nya pula kita akan kembali. Kedua bersyukur kepada orangtua, karena keduanya tangan kedua setelah Allâh, yang menjaga, mengasuh, mendidik, membesarkan dan menikahkan. Dan selanjutnya Ketiga kepada orang lain, kerabat dekat, kerabat jauh, tetangga dll.
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibubapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman [31]:14)
“Maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdo'a: Ya Rabbku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri ni’mat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.” (QS. Al-Naml [27]:19)
Al-Maraghi (I:30) dan Al-Suyuthi (I:30) menjelaskan, dari ketiga syukur tersebut di atas, syukur qalbi, syukur lisan dan syukur jawarih maka yang menjadi pangkal syukur adalah syukur lisan, yaitu mengucapkan al-Hamdu, sebagaimana dijelaskan Sabda Nabi Saw, Al-hamdu sebagai pangkal syukur itu karena diucapkan, terdengar sehingga dapat ditiru yang lain, mengandung nilai da’wah di dalamnya, secara tidak langsung mengajak yang lain untuk sama melakukannya. Sementara syukur qalbi, karena tersembunyi dalam hati, tidak diketahui yang lain, maka sulit ditiru. Sedangkan syukur jawarih, syukur yang dilahirkan dengan semua anggota badan, tidak banyak yang dapat melakukannya, ini termasuk pada sesuatu yang tidak mudah. Al-Suyuthi (I:31) mengutip riwayat Ibnu Mandzur dan Ibnu Abi Hatim yang menyebutkan “Afdhalu al-Syukr; al-Hamdu” Dan juga al-Tirmidzi menye-butkan Sabda Nabi Saw, “Afdhalu al-Du’â; al-Hamdu” Namun demikian, sekalipun kalimat al-Hamdu itu mudah untuk diucapkan, murah dilakukan, tapi tidak banyak pula yang biasa melakukannya. Untuk itu al-Baihaqi menyebutkan, “al-Hamdulillah aktsaru al-Kalâm tadh’îfân.” Padahal Banyak manfaat yang diperoleh dari padanya, antara lain yang dikutif Al-Suyuthi (I:32), telah bersabda Rasulullah Saw, “Tauhid itu harganya surga sedangkan al-Hamdulillah itu harga setiap keni’matan.” (al-Dailamiy)
Telah bersabda Rasulullah Saw: “Apabila salah seorang diantara kalian bersin lalu ia mengucapkan ‘al-Hamdulillah’ berkata Imam Malik: (disambung dengan Rabbil ‘Alamîn) apabila ia mengucapkan Rabbil ‘Alamîn, berkata Imam Malik ‘Yarhamukallâh’ (Semoga Allâh merahmatimu).” (al-Tirmidzi)
Dalam surat Saba 13 terdapat firman Allâh yang menyebutkan sedikit sekali hamba yang bersyukur, “Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada diatas tungku). Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allâh). Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang bersyukur.” (QS. Saba [34]:13)
Ini menunjukkan bahwa bersyukur itu tidak mudah. Dalam Al-Qur`ân kata Syâkirân hanya disebutkan sebanyak dua kali oleh Allâh untuk hambanya, pertama Ibrâhîm dan kedua bagi Nûh As dengan firmannya, Syâkirân lian’umihi dan Innahu kâna ‘abdân syakûrân dalam al-Nahal 121 dan al-Isra 3, “(lagi) yang mensyukuri ni’mat-ni’mat Allâh, Allâh telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus.” (QS. Al-Nahl [16]:121). “(yaitu) anak cucu dari orang-orang yang Kami bawa bersama-sama Nûh. Sesungguhnya dia adalah hamba (Allâh) yang banyak bersyukur”. (QS. Al-Isra` [17]:3)
Disebutnya dalam al-Qur`ân dua kali bagi hamba bersyukur, ini bukan berarti Nabi-Nabi yang lain tidak suka bersyukur, tapi hal ini menunjukkan bahwa tidak banyak hamba yang pandai bersyukur ni’mat (Al-Raghib, tt, 125)
Nabi Sulaiman As seorang manusia yang kaya ilmu, kaya harta, tinggi kekuasaan, tapi tidak melupakan bersyukur, malah khawatir menjadi orang yang tidak mampu mensyukuri ni’mat dari yang memberi ni’mat Allâh Swt. Ini dijelaskan Allâh QS. Al-Naml [27]: 15-19.
Ini suatu pelajaran berharga bagi para ilmuwan (ulama) agar bersyukur pada yang memberinya ilmu. [Assaha]
Penulis: Drs. Dedeng Rosyidin, M.Ag
(Praktisi Pendidikan)
Selengkapnya...
Ibadah dan Isti'anah
Allah Swt berfirman yang artinya, “Hanya kepada-Mulah kami beribadah dan hanya kepada-Mulah kami memohon pertolongan. Hanya kepada-Mulah kami beribadah, (inilah yang dimaksud dengan ibadah). Dan, hanya kepada-Mulah kami memohon pertolongan, (inilah yang dimaksud dengan isti'anah).” (Q.S. Al-Fatihah [1]: 5)
Ibadah adalah satu ungkapan akumulasi kesempurnaan terhadap dua hal; puncak kecintaan dan puncak ketundukan. Untuk memahaminya kita bisa mengilustrasi sebagai berikut, seorang ayah atau ibu sudah pasti ia mencintai anaknya. Tapi, keduanya tidak tunduk dan patuh kepada anak tersebut. Bahkan terkadang, beberapa kemauan anak dicegah demi kebaikannya. Maka, kedua orang tua tersebut tidak beribadah kepada anaknya. Hal ini karena tidak ada unsur ketundukan, meskipun disana ada unsur kecintaan. Begitu pula dengan seorang budak. Ia akan selalu tunduk kepada tuannya dan melaksanakan apa yang diperintahkan olehnya. Tetapi ketundukan dia bukanlah wujud dari rasa kecintaan dirinya kepada tuannya. Jadi yang dimaksud dengan ibadah adalah ungkapan akumulasi kesempurnaan dari kecintaan dan juga ketundukan.
Adapun yang dimaksud dengan isti'anah (memohon pertolongan) adalah ungkapan akumulasi kesempurnaan terhadap dua hal; tsiqqoh (percaya) kepada Allah Swt dan i'timad (bersandar penuh) kepada-Nya.
Karena faktor kebutuhan, terkadang seseorang menyandarkan suatu urusan kepada yang lain, walaupun ia tidak percaya kepadanya. Sebaliknya, karena tidak membutuhkan, bisa saja seseorang percaya kepada yang lain, tetapi tidak bersandar kepadanya. Terlepas dari itu semua, adakah manusia yang tidak membutuhkan Allah Swt, Dzat Yang Maha Mampu atas segalanya, yang mengatur alam dan seisinya? Kalaulah ada orang yang tidak tsiqqah kepada Allah Azza wa Jalla pastilah ia seorang kafir.
Apabila kita perhatikan surat alfatihah di atas, maka kita dapatkan bahwa ibadah lebih didahulukan daripada isti'anah. Menurut Ibnul Qoyyim al-Jauziyah hal ini karena beberapa hal:
[1] Karena ibadah adalah tujuan, sementara isti'anah adalah wasilah (sarana). Ibadah adalah tujuan diciptakannya hamba, sementara isti'anah adalah wasilah untuk mencapai tujuan itu. [2] Karena isti'anah adalah bagian dari ibadah dan bukan sebaliknya. [3] Karena ibadah tidak akan muncul kecuali dari orang yang ikhlas. Sedangkan isti'anah bisa muncul, baik dari hamba yang ikhlas maupun yang tidak. [4] Karena ibadah bisa dikatakan ungkapan rasa syukur atas nikmat yang telah Allah berikan, sedangkan i'aanah (pertolongan) adalah perbutan dan taufiq Allah. [5] Karena ibadah dipagari dengan dua macam pertolongan, yaitu pertolongan untuk bisa beriltizam dan menegakkannya, serta pertolongan- setelah ibadah, yaitu untuk bisa melaksanakan bentuk ibadah yang lain dan bisa konsisten menjalankannya, sampai ajal datang.
Ibnul Qayyim juga menyebutkan bahwa ungkapan lain dari isti'anah adalah rasa tawakkal. Begitu pentingnya ibadah dan isti'anah (tawakal) ini, sehingga beberapa kali Allah Swt menyebutkannya secara bersamaan. Diantaranya adalah firman Allah Swt sebagai berikut: "Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nyalah dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka ibadahilah Dia dan bertakwalah kepadanya." (QS. Huud: 123)
“Ya Robb kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali.” (Al-Mumtahanah: 4)
“Dialah Rabbku tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia; hanya kepadaNya aku bertawakal dan hanya kepada-Nya aku bertaubat.” (QS. Ar-Ro'du: 30)
Dalam beribadah dan beristi'anah, manusia terbagi menjadi empat golongan. Golongan yang paling afdal yaitu ahli ibadah sekaligus ahli isti'anah. Bagi kelompok ini ibadah kepada Allah Swt adalah terminal akhir mereka. Untuk itu, mereka meminta pertolongan kepada Allah Swt agar membantu mereka terhadap hal ini dan memberikan taufik untuk melaksanakannya. Oleh sebab itu, termasuk doa yang afdal untuk diucapkan adalah doa agar diberi pertolongan (i'anah) dalam beribadah kepada-Nya.
Rasulullah mengajarkan sebuah doa kepada Mua'adz bin Jabal r.a. beliau bersabda yang artinya, “Wahai Mu'adz demi Allah, aku benar-benar mencintaimu. Dan janganlah kamu lupa setiap penghujung shalat untuk membaca, Ya Allah, berikanlah i'anah kepadaku untuk berdzikir, bersyukur dan beribadah dengan baik kepada-Mu.” (HR Abu Dawud, Ahmad dan al-Hakim).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Aku perhatikan seluruh doa, ternyata yang paling bermanfaat adalah doa meminta pertolongan untuk mendapatkan ridho-Nya. Kemudian aku melihat dalam surat al-Fatihah, ternyata ia adalah iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'iin.”
Kelompok kedua adalah mereka yang berpaling dari ibadah dan isti'anah. Kalaupun ada diantara mereka yang beribadah atau beristi'anah, hal itu dilakukan hanyalah dalam rangka memenuhi syahwat atau kebutuhannya. Bukan atas dasar ridho kepada Allah Swt atau memenuhi hak-hakNya. Dan, Allah banyak mengabulkan segala permintaan hamba-hambaNya termasuk iblis. Namun, karena permintaannya bukan untuk menggapai ridho Allah, maka pengabulan dan pemberian Allah ini hanya akan menambah kesengsaraan dan jauhnya dirinya dari Allah Swt. Dan demikianlah yang akan terjadi, kepada semua saja yang meminta pertolongan kepada Allah Swt untuk suatu perkara yang bukan dalam rangka menggapai keridhoan-Nya.
Seorang yang berakal, pastilah ia memperhatikan dirinya dan orang lain. Sudah pasti, ia mengerti bahwa dikabulkannya suatu permintaan oleh Allah tidaklah selalu bermakna bahwa Allah memuliakannya. Suatu saat, seorang hamba meminta sesuatu yang ia butuhkan kepada Allah, lalu Dia memenuhinya. Padahal, disanalah letak kehancurannya. Betapa banyak orang-orang yang menjadi bakhil setelah dilapangkan rizki-Nya. Betapa banyak orang-orang yang menjadi takabbur dan zalim setelah diberi kekuasaan. Sementara di saat yang lain, Allah Swt tidak mengabulkan permintaan hamba-Nya. Bukan apa-apa, hal ini justru karena Allah SWT menghendaki kemuliaan baginya. Allah tidak memberi dalam rangka menjaga dan memeliharanya dan bukan karena bakhil. Namun sayang sekali, orang-orang yang bodoh malah berburuk sangka, merasa dihinakan oleh Allah Swt.
Allah Swt berfirman yang artinya, “Adapun bila Rabbnya mengujinya lalu membatasi rizkinya maka dia berkata, Rabbku menghinakanku.” (Al-Fajr: 16)
Allah Swt menyangkal pendapat orang yang memastikan bahwa lapangnya rezeki merupakan ikrom (pemuliaan) dari-Nya, dan kefakiran adalah ihanah (penghinaan). Allah Swt menjelaskan bahwa ikram dan ihanah tidaklah didasarkan kepada banyaknya harta, lapangnya rezeki atau kefakiran. Terkadang, Allah Swt melapangkan rezeki bagi orang kafir dan sebaliknya tidak memberikannya kepada orang mukmin. Tentu, itu bukanlah suatu kemuliaan bagi orang kafir dan kehinaan bagi orang mukmin.
Sesungguhnya Allah Swt hanya memuliakan orang-orang yang memuliakan-Nya dengan mengenal-Nya, cinta kepada-Nya dan mentaati-Nya. Dan, Allah Swt hanya menghinakan orang-orang yang menghinakan-Nya, yakni orang-orang yang berpaling dari-Nya atau bermaksiat kepada-Nya.
Sesungguhnya kemuliaan yang hakiki berporos kepada intensitas seseorang dalam mengejawantahkan Iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta’in (Hanya kepada-Mulah kami beribadah dan hanya kepada-Mulah kami meminta pertolongan).
Kelompok yang ketiga adalah golongan yang hanya beribadah, tanpa meminta pertolongan (isti'anah) kepada Allah Swt. Mereka beranggapan bahwa ibadah yang mereka kerjakan sudah cukup untuk dijadikan bekal safar ke negeri akhirat. Mereka lupa bahwa ada dua hal yang pasti, su’ul khaatimah dan khusnul khatimah. Tanpa pertolongan dan rahmat dari Allah Swt, seorang muslim bisa saja (bahkan pasti) mengalami futur (stagnasi/mandeg) dalam beramal, lalu berkelanjutan dan berakhir dengan kekafiran yang mengekalkannya tinggal di neraka. Na'udzubillaahi min dzaalik.
Kelompok yang ketiga ini masih termasuk golongan kaum muslimin, karena ibadah mereka, hanya saja ada nila kurang. Duhai, andaikan mereka mau beristi'anah dan bertawakkal.
Kelompok keempat adalah mereka yang mengerti betul bahwa hanya Allah yang bisa mendatangkan dan mencegah manfaat atau madharat (bahaya). Mereka juga tahu bahwa apa saja yang menjadi kehendak-Nya pasti terjadi. Namun demikian, mereka tidak mau menghiasi diri dengan hal-hal yang dicintai dan diridhoi Allah Swt. Kalaupun mereka bertawakal dan beristi'anah, hal itu mereka lakukan sebatas memenuh syahwat dan ambisinya.
Satu hal yang harus kita fahami bahwa kekuasan, pangkat, pengaruh dan harta tidaklah Allah khususkan bagi orang-orang yang shaleh saja. orang-orang faajir atau maksiat pun mendapat bagian. Tetapi sekali lagi, itu bukanlah ukuran untuk dijadikan jaminan menjadi wali atau kekasih Allah Swt.
Marilah kita berdoa semoga Allah menjadikan kita orang yang selain ahli ibadah juga ahli isti'anah kepada-Nya. Amin.
Diadaptasi dari Tahdziib Madaarijus Saalikiin Ibnu Qoyyim, Abdul Mun'im bin Sholih al-Aliy al-'Izz
Selengkapnya...
Petunjuk Nabi Muhammad SAW Dalam Shalat ‘Ied
1. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melaksanakan shalat ‘ied di tanah lapang. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah menunaikan shalatnya di masjid kecuali sekali saja, yaitu karena hujan.
2. Pada saat hari Raya ‘Idul Fitri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenakan pakaian terbaik (terindah).
3. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa makan kurma -dengan jumlah ganjil- sebelum pergi melaksanakan shalat ‘ied. Tetapi pada ‘Idul Adha beliau tidak makan terlebih dahulu sampai beliau pulang, setelah itu baru beliau memakan sebagian daging binatang sembelihannya.
4. Dianjurkan untuk mandi sebelum pada hari ‘ied sebelum ke tanah lapang, sebagaimana hal ini dilakukan oleh Ibnu Umar yang dikenal semangat mengikuti sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
5. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berjalan (menuju tanah lapang) sambil berjalan kaki. Beliau biasa membawa sebuah tombak kecil. Jika sampai di tanah lapang, beliau menancapkan tombak tersebut dan shalat menghadapnya (sebagai sutroh atau pembatas ketika shalat).
6. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengakhirkan shalat ‘Idul Fitri (agar kaum muslimin memiliki kesempatan untuk membagikan zakat fitrinya) dan mempercepat pelaksanaan shalat ‘Idul Adha (supaya kaum muslimin bisa segera menyembelih binatang kurbannya).
7. Ibnu ‘Umar yang dikenal sangat meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah keluar menuju lapangan kecuali setelah matahari terbit, lalu beliau bertakbir dari rumahnya hingga ke tanah lapang.
8. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sampai di tanah lapang langsung menunaikan shalat tanpa ada adzan dan iqomah. Tidak ada juga ucapan, ‘Ash Sholatul Jami’ah‘. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan juga sahabatnya tidak menunaikan shalat sebelum (qobliyah) dan sesudah (ba’diyah) shalat ‘ied.
9. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat ‘ied dua raka’at terlebih dahulu kemudian berkhutbah. Pada rakaat pertama beliau bertakbir 7 kali berturut-turut setelah Takbiratul Ihram, dan berhenti sebentar di antara tiap takbir. Tidak disebutkan bacaan dzikir tertentu yang dibaca saat itu. Hanya saja ada riwayat dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa bacaan ketika itu adalah berisi pujian dan sanjungan kepada Allah ta’ala serta bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan diriwayatkan pula bahwa Ibnu Umar (yang dikenal semangat dalam mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)mengangkat kedua tangannya pada setiap takbir.
10. Setelah bertakbir, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat Al-Fatihah dan surat “Qaf” pada raka’at pertama serta surat “Al-Qamar” pada raka’at kedua. Kadang-kadang beliau membaca surat “Al-A’la” pada raka’at pertama dan “Al-Ghasyiyah” pada raka’at kedua. Kemudian beliau bertakbir lalu ruku’ dilanjutkan takbir 5 kali pada raka’at kedua lalu membaca Al-Fatihah dan surat lainnya.
11. Setelah menunaikan shalat, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadap ke arah jamaah, sedang mereka tetap duduk di shaf masing-masing. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan khutbah yang berisi wejangan, anjuran dan larangan.
12. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di tanah dan tidak ada mimbar ketika beliau berkhutbah.
13. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa memulai khutbahnya dengan ‘Alhamdulillah…‘ dan tidak terdapat dalam satu hadits pun yang menyebutkan beliau memulai khutbah ‘ied dengan bacaan takbir. Hanya saja dalam khutbahnya, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memperbanyak bacaan takbir.
14. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keringanan kepada jamaah untuk tidak mendengar khutbah.
15. Diperbolehkan bagi kaum muslimin, jika ‘ied bertepatan dengan hari Jum’at untuk mencukupkan diri dengan shalat ‘ied saja dan tidak menghadiri shalat Jum’at.
16. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu melalui jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang (dari shalat) ‘ied.
Pembahasan ini disarikan dari kitab Zadul Ma’ad, Ibnul Qayyim al-Jauziyyah
***
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Muroja’ah: Ustadz Aris Munandar
Artikel www.muslimah.or.id
Selengkapnya...
Tahiyatul Masjid Pada Waktu-waktu yang Dilarang
Ada sebagian anggota masyarakat yang biasa mengerjakan shalat tahiyyatul masjid pada waktu tahrim. Seperti, ketika masuk masjid, padahal ia telah shalat ashar. Dan waktu tahrim lainnya seperti sesudah shalat subuh sebelum matahari terbit, saat matahari terbit, saat berada di tengah dan terbenam. [Jama’ah Masjid Agung Jami Sultan Muhammad Tsafiuddin, Sambas.]
Sebenarnya waktu yang terlarang untuk shalat ada tiga:
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ {ثَلاَثُ سَاعَاتٍ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَنْهَانَا أَنْ تُصَلِّيَ فِيْهِنَّ. وَأَنْ نَقْبُرَ فِيْهِنَّ مَوْتَانَا: حِيْنَ تَطْلُعُ الشَّمْسُ بَازِغَةً حَـتَّي تَزُوْلَ الشَّمْسُ وَحِيْنَ تَتَضَيَّفُ الشَّمْسُ لِلْغُرُوْبِ} رواه مسلم
Dari 'Uqbah bin 'Amr, ada tiga waktu yang Rasulullah Saw, larang kami bershalat padanya dan larang kami tanam mayit-mayit kami padanya, ketika sedang terbit hingga tinggi ia dan ketika tegak panas yang terik hingga tergelincir matahari, dan ketika hampir matahari terbenam.
Adapun shalat yang terlarang ba'dal 'ashri dan ba'das shubhi adalah shalat rowatib. Jadi artinya tidak ada shalat rowatib setelah ashar dan setelah shubuh.
Selengkapnya...
Ternyata Hari Jum’at itu Istimewa
Saudara Saudariku, kabar gembira untuk kita semua bahwa ternyata kita mempunyai hari yang istimewa dalam deretan 7 hari yang kita kenal. Hari itu adalah hari jum’at. Saudara Saudariku, hari jum’at memang istimewa namun tidak selayaknya kita berlebihan dalam menanggapinya. Dalam artian, kita mengkhususkan dengan ibadah tertentu misalnya puasa tertentu khusus hari Jum’at, tidak boleh pula mengkhususkan bacaan dzikir, do’a dan membaca surat-surat tertentu pada malam dan hari jum’at kecuali yang disyari’atkan.
Nah artikel kali ini, akan menguraikan beberapa keutamaan-keutamaan serta amalan-amalan yang disyari’atkan pada hari jum’at. Semoga dengan kita memahami keutamaannya, kita bisa lebih bersemangat untuk memaksimalkan dalam melaksanakan amalan-amalan yang disyari’atkan pada hari itu, dan agar bisa meraih keutamaan-keutamaan tersebut.
Keutamaan Hari Jum’at
1. Hari paling utama di dunia
Ada beberapa peristiwa yang terjadi pada hari jum’at ini, antara lain:
* Allah menciptakan Nabi Adam ‘alaihissallam dan mewafatkannya.
* Hari Nabi Adam ‘alaihissallam dimasukkan ke dalam surga.
* Hari Nabi Adam ‘alaihissallam diturunkan dari surga menuju bumi.
* Hari akan terjadinya kiamat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
“Hari paling baik dimana matahari terbit pada hari itu adalah hari jumat, pada hari itu Adam diciptakan, dan pada hari itu pula Adam dimasukkan ke dalam surga, serta diturunkan dari surga, pada hari itu juga kiamat akan terjadi, pada hari tersebut terdapat suatu waktu dimana tidaklah seorang mukmin shalat menghadap Allah mengharapkan kebaikan kecuali Allah akan mengabulkan permintannya.” (HR. Muslim)
2. Hari bagi kaum muslimin
Hari jum’at adalah hari berkumpulnya umt Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masjid-masjid mereka yang besar untuk mengikuti shalat dan sebelumnya mendengarkan dua khutbah jum’at yang berisi wasiat taqwa dan nasehat-nasehat, serta do’a.
Dari Kuzhaifah dan Rabi’i bin Harrasy radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Allah menyesatkan orang-orang sebelum kami pada hari jum’at, Yahudi pada hari sabtu, dan Nasrani pada hari ahad, kemudian Allah mendatangkan kami dan memberi petunjuk pada hari jum’at, mereka umat sebelum kami akan menjadi pengikut pada hari kiamat, kami adalah yang terakhir dari penghuni dunia ini dan yang pertama pada hari kiamat yang akan dihakimi sebelum umat yang lain.” (HR. Muslim dan Ibnu Majah)
3. Hari yang paling mulia dan merupakan penghulu dari hari-hari
Dari Abu Lubabah bin Ibnu Mundzir radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Hari jum’at adalah penghulu hari-hari dan hari yang paling mulia di sisi Allah, hari jum’at ini lebih mulia dari hari raya Idhul Fitri dan Idul Adha di sisi Allah, pada hari jum’at terdapat lima peristiwa, diciptakannya Adam dan diturunkannya ke bumi, pada hari jum’at juga Adam dimatikan, di hari jum’at terdapat waktu yang mana jika seseorang meminta kepada Allah maka akan dikabulkan selama tidak memohon yang haram, dan di hari jum’at pula akan terjadi kiamat, tidaklah seseorang malaikat yang dekat di sisi Allah, di bumi dan di langit kecuali dia dikasihi pada hari jum’at.” (HR. Ahmad)
4. Waktu yang mustajab untuk berdo’a
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut hari jum’at lalu beliau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Di hari jum’at itu terdapat satu waktu yang jika seseorang muslim melakukan shalat di dalamnya dan memohon sesuatu kepada Allah Ta’ala, niscaya permintaannya akan dikabulkan.” Lalu beliau memberi isyarat dengan tangannya yang menunjukkan sedikitnya waktu itu. (HR. Bukhari Muslim)
Namun mengenai penentuan waktu, para ulama berselisih pendapat. Diantara pendapat-pendapat tersebut ada 2 pendapat yang paling kuat:
a. Waktu itu dimulai dari duduknya imam sampai pelaksanaan shalat jum’at
Dari Abu Burdah bin Abi Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu bahwa ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata padanya, “Apakah engkau telah mendengar ayahmu meriwayatkan hadits dari Rasulullah sehubungan dengan waktu ijaabah pada hari jum’at?” Lalu Abu Burdah mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Yaitu waktu antara duduknya imam sampai shalat dilaksanakan.’” (HR. Muslim)
Imam Nawawi rahimahullah menguatkan pendapat di atas. Sedangkan Imam As-Suyuthi rahimahullah menentukan waktu yang dimaksud adalah ketika shalat didirikan.
b. Batas akhir dari waktu tersebut hingga setelah ‘ashar
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hari jum’at itu dua belas jam. Tidak ada seorang muslimpun yang memohon sesuatu kepada Allah dalam waktu tersebut melainkan akan dikabulkan oleh Allah. Maka peganglah erat-erat (ingatlah bahwa) akhir dari waktu tersebut jatuh setelah ‘ashar.” (HR. Abu Dawud)
Dan yang menguatkan pendapat kedua ini adalah Imam Ibnul Qayyim rahimahullah, beliau mengatakn bahwa, “Ini adalah pendapat yang dipegang oleh kebanyakan generasi salaf dan banyak sekali hadits-hadits mengenainya.”
5. Dosa-dosanya diampuni antara jum’at tersebut dengan jum’at sebelumnya
Dari Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidaklah seseorang mandi pada hari jum’at dan bersuci semampunya, berminyak dengan minyak, atau mengoleskan minyak wangi dari rumahnya, kemudian keluar (menuju masjid), dan dia tidak memisahkan dua orang (yang sedang duduk berdampingan), kemudian dia mendirikan shalat yang sesuai dengan tuntunannya, lalu diam mendengarkan (dengan seksama) ketika imam berkhutbah melainkan akan diampuni (dosa-dosanya yang terjadi) antara jum’at tersebut dan jum’at berikutnya.” (HR. Bukhari)
Amalan-Amalan yang Disyari’atkan pada Hari Jum’at
1. Memperbanyak shalawat
Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Perbanyaklah shalawat kepadaku setiap hari jum’at karena shalawatnya umatku akan dipersembahkan untukku pada hari jum’at, maka barangsiapa yang paling banyak bershalawat kepadaku, dia akan paling dekat derajatnya denganku.” (HR. Baihaqi dengan sanad shahih)
2. Membaca surat Al Kahfi
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi pada hari jum’at akan diberikan cahaya baginya diantara dua jum’at.” (HR. Al Hakim dan Baihaqi dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
3. Memperbanyak do’a (HR Abu Daud poin 4b.)
4. Amalan-amalan shalat jum’at (wajib bagi laki-laki)
* Mandi, bersiwak, dan memakai wangi-wangian.
* Berpagi-pagi menuju tempat shalat jum’at.
* Diam mendengarkan khatib berkhutbah.
* Memakai pakaian yang terbaik.
* Melakukan shalat sunnah selama imam belum naik ke atas mimbar.
Saudariku, setelah membaca artikel tersebut semoga kita bisa mendapat manfaat yang lebih besar dengan menambah amalan-amalan ibadah yang disyari’atkan. Sungguh begitu banyak jalan agar kita bisa meraup pahala sebanyak-banyaknya sebagai bekal perjalanan kita di akhirat kelak. Wallahu a’lam.
Maraji’:
1. Do’a dan Wirid, Pustaka Imam Asy-Syafi’i
2. Tafsir Ayat-Ayat Yaa Ayyuhal-ladziina Aamanuu, Pustaka Al-Kautsar
3. Amalan dan Waktu yang Diberkahi, Pustaka Ibnu Katsir
Selengkapnya...
Senin, 27 April 2009
Islam n Science
Akhir2 ini berita gembira bisa dinikmati oleh para Cendekiawan Muslim (Moslem Scholar ) karena para Ilmuwan (Scientist ) sudah banyak yang mempercayai adanya Allah berdasarkan analisa keilmuan mereka (golongan Ilmuwan baikdari kalangan Ilmu-ilmu exact maupun dari kalanganIlmu-ilmu sosial). Meskipun ada juga yang tetap atheis yaitu dari golongan "seeing is believing", pingin lihat bukti langsung adanya Allah kasat mata. Adapaun obyek yang mereka telaah yang populer ada 7 sbb;
1.
Bumi berputar dengan kecepatan 1000 mil/jam pada sumbunya. Mengapa 1000 mil/jam ? kalau saja hanya 160 mil/jam berarti lamanya siang dan malam akan 10 kali lebih lama alias 240 jam. kemudian panasany matahri selama 240 jam ini akan membakar semua tumbuh2an dan makhluk didtidakunia, sebaliknya dengan malam selama 240 jam, semua akan membeku !
Matahari panasnya 12.000 derajat F dan jaraknya cukup jauh dengan bumi, sehingga kita semua enak ! kalau saja matadhari hanya memberikan 1/2 panasnya dari keadaan sekarang, maka dunia akan membeku ! Ingat juga bahwa poros bumi membentuk sudut 23derajat dengan garis vertikal. mengapa 23 derajat ? kalau saja vertikal tidak ada deklinasi, maka uap air yang terbentu dilautan karena panasnya matahari akan berkumpul di kedua kutub saja dan membentuk benmua es yang makin besar dari waktu kwe waktu, tidak tersebar seperti sekarang ini. kemudian kalau jarak buan dengan bumi tidak seperti sekarang, tarohlah lebih dekat, akan terjadi gelombang pasang surut yang mematikan dan menghancurkan.
Berdasarkan fakta ini maka para Ilmuwan sependapat bahwa mesti ada yang mengatur "Universal intelligent " ini, siapa lagi kalau bukan Allah the Almighty .
2.
Jutaan species dari Flora dan Fauna dengan segala keunikannya dan kespesifikannya sukar diterima kalau itu tidak ada yang mengatur. Semua ada pola, siklus, spesifik,seimbang,dll. tentu ada Universal Itelligent yang mengatur. Ya, siapa lagi kalau bukan Allah !
3.
Kebijaksanaan dunia binatang yang selalu mempunyai instink yang menakjubkan, meskipun mereka tidak dilengkapi dengan akal adalah sangat menakjubkan. perhatikan kehidupan ikan Salmon yang hidup sekian tahun di laut, lalu hijrah ke hulu sungai didarat, sangat terpola dan bersiklus. Amuba, bacteri,virus,dlll. Ach pasti semuanya ada yang mengatur. Universal Iintelligent lagi. ya, tentulah Allah !
Ketujuh alasan Ilmuwan itu pernah diterbitkan di majalah Reader Digest 1948 dan diulang tahun 1960 oleh Cressy Morrison. Wassalam.
4.
Manusia mempunyai instink lebih super dari binatang. Mengapa ? Karena ada seseorang yang membedakannya ! Siapa ? Universal Iintelligent yaitu Allah ! Para ilmuwan menyebutnya "the power of reason"
5.
Diketahuinya "gene" yang mikroskopis yang membedakan mahluk dari satu dengan yang lainnya. Sukar diterima akal kalau tidak ada yang mengatur. Ini pasti kerjaan Universal Iintelligent, Allah yang Maha Besar !
6.
Setiaap makhluk selalu dicipatakan "antinya" untuk tidak berkembang tidak terkontrol. Contoh di Australia pernah ada yang membawa Cactus awal 1900, kemudian ternyata tumbuh sangat cepat dan tidak terkendali menyerang pemukiman penduduk. Par Ilmuwan menemukan bahwa predatornya yaitu sejenis insek, tidak terbawa. maka didatangkanlah dari Mexico. sekarang tumbuhnya terkendali, Australia aman dari serangan Cactus !
7.
Allah tidak kelihatan, tapi manusia bisa mngetahui bahwa Allah itu ada !Ini yang dinamakan "power of concept" and "power of imagination". Dikenallah istilah "spiritual reality". Mengapa otak manusia begitu super. pasti kerjaanya Universal Iintelligent , ya Allahku !
Dalam berbagai kajian, diramalkan Ilmuwan seperti inilah nyang nantinya akan ikut menopang adanya keesaan Allah, dan bagi Cendekiawan Muslim (Moslem Scholar) dan Ilmuwan Muslim (Moslem Scientist) merupakan tantangan untuk lebih mempromosikan Syiar Islam dengan cara yang lebih konseptual, universal, rasional dan Islami, karena support awal sudah ada.
Selengkapnya...
NaBi Muhamad saw juga da di agama Hindu
New Delhi, India
Seorang professor bahasa dari ALAHABAD UNIVERSITY INDIA dalam salah satu buku terakhirnya berjudul "KALKY AUTAR" (Petunjuk Yang Maha Agung) yang baru diterbitkan memuat sebuah pernyataan yang sangat mengagetkan kalangan intelektual Hindu.
Sang professor secara terbuka dan dengan alasan-alasan ilmiah, mengajak para penganut Hindu untuk segera memeluk agama Islam dan sekaligus mengimani risalah yang dibawa oleh Rasulullah saw, karena menurutnya, sebenarnya Muhammad Rasulullah saw adalah sosok yang dinanti-nantikan sebagai sosok pembaharu spiritual.
Prof. WAID BARKASH (penulis buku) yang masih berstatus pendeta besar kaum Brahmana mengatakan bahwa ia telah menyerahkan hasil kajiannya kepada delapan pendeta besar kaum Hindu dan mereka semuanya menyetujui kesimpulan dan ajakan yang telah dinyatakan di dalam buku. Semua kriteria yang disebutkan dalam buku suci kaum Hindu (Wedha) tentang ciri-ciri "KALKY AUTAR" sama persis dengan ciri-ciri yang dimiliki oleh Rasulullah Saw.
Dalam ajaran Hindu disebutkan mengenai ciri KALKY AUTAR diantaranya, bahwa dia akan dilahirkan di jazirah, bapaknya bernama SYANUYIHKAT dan ibunya bernama SUMANEB. Dalam bahasa sansekerta kata SYANUYIHKAT adalah paduan dua kata yaitu SYANU artinya ALLAH sedangkan YAHKAT artinya anak laki atau hamba yang dalam bahasa Arab disebut ABDUN.
Dengan demikian kata SYANUYIHKAT artinya "ABDULLAH". Demikian juga kata SUMANEB yang dalam bahasa sansekerta artinya AMANA atau AMAAN yang terjemahan bahasa Arabnya "AMINAH". Sementara semua orang tahu bahwa nama bapak Rasulullah Saw adalah ABDULLAH dan nama ibunya MINAH.
Dalam kitab Wedha juga disebutkan bahwa Tuhan akan mengirim utusan-Nya kedalam sebiuah goa untuk mengajarkan KALKY AUTAR (Petunjuk Yang Maha Agung). Cerita yang disebut dalam kitab Wedha ini mengingatkan akan kejadian di Gua Hira saat Rasulullah didatangi malaikat Jibril untuk mengajarkan kepadanya wahyu tentang Islam.
Bukti lain yang dikemukakan oleh Prof Barkash bahwa kitab Wedha juga menceritakan bahwa Tuhan akan memberikan Kalky Autar seekor kuda yang larinya sangat cepat yang membawa kalky Autar mengelilingi tujuh lapis langit. Ini merupakan isyarat langsung kejadian Isra' Mi'raj dimana Rasullah mengendarai Buroq
Dikutip buletin Aktualita Dunia Islam no 58/II Pekan III/februari 1998
Selengkapnya...
Tanda2 Kiamat
taukah tanda - tanda kiamat?
ada kiamat kecil n kiamat besar:
Tanda-Tanda Kiamat Kecil
Tanda-tanda kiamat kecil terbagi menjadi dua: Pertama, kejadian sudah muncul dan sudah selesai; seperti diutusnya Rasulullah saw., terbunuhnya Utsman bin ‘Affan, terjadinya fitnah besar antara dua kelompok orang beriman. Kedua, kejadiannya sudah muncul tetapi belum selesai bahkan semakin bertambah; seperti tersia-siakannya amanah, terangkatnya ilmu, merebaknya perzinahan dan pembunuhan, banyaknya wanita dan lain-lain.
Di antara tanda-tanda kiamat kecil adalah:
1. Diutusnya Rasulullah saw
Jabir r.a. berkata, ”Adalah Rasulullah saw. jika beliau khutbah memerah matanya, suaranya keras, dan penuh dengan semangat seperti panglima perang, beliau bersabda, ‘(Hati-hatilah) dengan pagi dan sore kalian.’ Beliau melanjutkan, ‘Aku diutus dan hari Kiamat seperti ini.’ Rasulullah saw. mengibaratkan seperti dua jarinya antara telunjuk dan jari tengah. (HR Muslim)
2. Disia-siakannya amanat
Jabir r.a. berkata, tatkala Nabi saw. berada dalam suatu majelis sedang berbicara dengan sahabat, maka datanglah orang Arab Badui dan berkata, “Kapan terjadi Kiamat ?” Rasulullah saw. terus melanjutkan pembicaraannya. Sebagian sahabat berkata, “Rasulullah saw. mendengar apa yang ditanyakan tetapi tidak menyukai apa yang ditanyakannya.” Berkata sebagian yang lain, “Rasul saw. tidak mendengar.” Setelah Rasulullah saw. menyelesaikan perkataannya, beliau bertanya, “Mana yang bertanya tentang Kiamat?” Berkata lelaki Badui itu, ”Saya, wahai Rasulullah saw.” Rasulullah saw. Berkata, “Jika amanah disia-siakan, maka tunggulah kiamat.” Bertanya, “Bagaimana menyia-nyiakannya?” Rasulullah saw. Menjawab, “Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kiamat.” (HR Bukhari)
3. Penggembala menjadi kaya
Rasulullah saw. ditanya oleh Jibril tentang tanda-tanda kiamat, lalu beliau menjawab, “Seorang budak melahirkan majikannya, dan engkau melihat orang-orang yang tidak beralas kaki, telanjang, dan miskin, penggembala binatang berlomba-lomba saling tinggi dalam bangunan.” (HR Muslim)
4. Sungai Efrat berubah menjadi emas
Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak akan terjadi kiamat sampai Sungai Eufrat menghasilkan gunung emas, manusia berebutan tentangnya. Dan setiap seratus 100 terbunuh 99 orang. Dan setiap orang dari mereka berkata, ”Barangkali akulah yang selamat.” (Muttafaqun ‘alaihi)
5. Baitul Maqdis dikuasai umat Islam
”Ada enam dari tanda-tanda kiamat: kematianku (Rasulullah saw.), dibukanya Baitul Maqdis, seorang lelaki diberi 1000 dinar, tapi dia membencinya, fitnah yang panasnya masuk pada setiap rumah muslim, kematian menjemput manusia seperti kematian pada kambing dan khianatnya bangsa Romawi, sampai 80 poin, dan setiap poin 12.000.” (HR Ahmad dan At-Tabrani dari Muadz).
6. Banyak terjadi pembunuhan
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tiada akan terjadi kiamat, sehingga banyak terjadi haraj.. Sahabat bertanya apa itu haraj, ya Rasulullah?” Rasulullah saw. Menjawab, “Haraj adalah pembunuhan, pembunuhan.” (HR Muslim)
7. Munculnya kaum Khawarij
Dari Ali ra. berkata, saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Akan keluar di akhir zaman kelompok orang yang masih muda, bodoh, mereka mengatakan sesuatu dari firman Allah. Keimanan mereka hanya sampai di tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya. Di mana saja kamu jumpai, maka bunuhlah mereka. Siapa yang membunuhnya akan mendapat pahala di hari Kiamat.” (HR Bukhari).
8. Banyak polisi dan pembela kezhaliman
“Di akhir zaman banyak polisi di pagi hari melakukan sesuatu yang dimurkai Allah, dan di sore hari melakukan sesutu yang dibenci Allah. Hati-hatilah engkau jangan sampai menjadi teman mereka.” (HR At-Tabrani)
9. Perang antara Yahudi dan Umat Islam
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak akan terjadi kiamat sehingga kaum muslimin berperang dengan yahudi. Maka kaum muslimin membunuh mereka sampai ada seorang yahudi bersembunyi di belakang batu-batuan dan pohon-pohonan. Dan berkatalah batu dan pohon, ‘Wahai muslim, wahai hamba Allah, ini yahudi di belakangku, kemari dan bunuhlah ia.’ Kecuali pohon Gharqad karena ia adalah pohon Yahudi.” (HR Muslim)
10. Dominannya Fitnah
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak akan terjadi kiamat, sampai dominannya fitnah, banyaknya dusta dan berdekatannya pasar.” (HR Ahmad).
11. Sedikitnya ilmu
12. Merebaknya perzinahan
13. Banyaknya kaum wanita
Dari Anas bin Malik ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda. “Sesungguhnya di antara tanda-tanda kiamat adalah ilmu diangkat, banyaknya kebodohan, banyaknya perzinahan, banyaknya orang yang minum khamr, sedikit kaum lelaki dan banyak kaum wanita, sampai pada 50 wanita hanya ada satu lelaki.” (HR Bukhari)
14. Bermewah-mewah dalam membangun masjid
Dari Anas ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Diantara tanda kiamat adalah bahwa manusia saling membanggakan dalam keindahan masjid.” (HR Ahmad, An-Nasa’i dan Ibnu Hibban)
15. Menyebarnya riba dan harta haram
Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Akan datang pada manusia suatu waktu, setiap orang tanpa kecuali akan makan riba, orang yang tidak makan langsung, pasti terkena debu-debunya.” (HR Abu Dawud, Ibnu Majah dan Al-Baihaqi)
Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Akan datang pada manusia suatu saat di mana seseorang tidak peduli dari mana hartanya didapat, apakah dari yang halal atau yang haram.” (HR Ahmad dan Bukhari)
Selengkapnya...
My blog value
Category
- AboutXXX (12)
- AntiVirus (2)
- BisnisIsBisnis (1)
- Bokep (33)
- DayRe (3)
- JustKidding (5)
- Kesehatan (12)
- Mp3 Download (29)
- News (1)
- No Threat (2)
- Poem from PH (113)
- Religi (12)